Jurnal Family Medicine pernah menulis tentang penelitian di University of Wisconsin School of Medicine and Public Health pada 350 pasien yang terjangkit influenza. Hasil kesimpulan yang diperoleh adalah pasien cenderung sembuh jauh lebih cepat ketika dilayani oleh seorang dokter yang mampu melayani dengan penuh empati.
“This shows if you perceive your doctor as empathetic, that might influence your immune system and help you recover faster from the common cold,” said David Rakel, MD, director of integrative medicine and lead author of the study. “Out of everything that’s been studied – zinc, vitamin C, anti-viral medications – nothing has worked better at fighting a cold than being kind to people.”
Penelitian di atas memang terkait tentang kondisi medis, namun saya yakin hal yang sama tersebut juga berlaku pada kondisi psikologis. Anda akan jauh lebih membebaskan, menenangkan, menyembuhkan, melegakan, mendukung, menghangatkan, membantu, dan berguna jika Anda bersedia mendengarkan curhatan seorang sahabat dengan empati… daripada berlagak menjadi konselor yang cerdas dan punya berbagai macam trik solusi.
Jadi jika ada seorang teman atau anggota keluarga curhat tentang kesulitan mereka, kendalikan ego Anda yang ingin jadi penuntas masalah atau si Mr. Problem Solver.
Sebab, kemungkinan besar mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan. Mereka hanya perlu tahu ada orang yang mengetahui kisah mereka dan bersedia mendengarkan segala keluh kesah mereka.
“We’re trying to create an understanding in our medical students that they can have a positive effect with whatever they prescribe based on how they relate to another human being. This isn’t about trickery. It’s about activating the body’s healing mechanisms.”
2 Comments
Seperti kata orang bijak. Kita ini diciptakan dua telinga, lebih banyak daripada mulut yang berjumlah satu. Apalagi fungsinya kalo bukan untuk lebih banyak mendengarkan daripada bicara? 🙂
Kita sering lupa kalau ‘merasa dipedulikan’ itu sebuah kebutuhan ya Mas Andri