Saya ingat dulu saat masih sering membaca beberapa jurnal ilmiah yang mengatakan bahwa kepribadian manusia bisa diubah, tapi karakternya tidak bisa. Beberapa tulisan lainnya bahkan menentang, dan menyatakan yang bisa diubah hanyalah perilaku yang terlihat (behavior), bukannya sikap (attitude). Kalau mau diambil benang merah, hampir semuanya membuat sebuah dualisme kutub, antara apa yang dipelajari (learned) dan apa yang diturunkan (inherited), dan bahwa yang disebutkan terakhir bahkan cenderung lebih sulit untuk mengalami sebuah perubahan, baik secara potensi (mampu atau tidak) maupun etika (boleh atau tidak).
Kepelikan kedua kutub itu masih ditambah lagi dengan adanya kutub tambahan dari alam religi tentang keberadaan zat kasat mata alias Energi alias Anima alias Nyawa alias Roh yang memang merupakan esensi sejati dari manusia itu sendiri.
Seberapa jauh seorang manusia bisa berubah? Sebatas kulit penampilan fisik? Tatanan kebiasaan dan pola pikir? Kepribadian dan karakter? Roh?
Ada banyak orang berpendapat Roh adalah sebuah kesatuan yang sempurna, sempurna, esa dan tetap, tidak akan pernah berubah. Namun, jika kita memperhatikan dinamika kosmos dunia, variabel yang diam dan kaku cenderung akan menemui kepunahan, tergeser oleh variabel lain yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mungkin roh tidak mengalami kemunculan atau kepunahan, tapi hanya sekedar perubahan bentuk. Misalnya membesar, mengecil, menekuk, memanjang, membulat, menyempit, atau transformasi apapun demi men-sinkronisasikan dirinya sebagai sesuatu yang hidup.
Secara biologis, kita senantiasa berubah. Tubuh yang kita miliki sekarang ini tidak sepenuhnya identik dengan tubuh yang kita miliki satu jam yang lalu. Ratusan, kalau bukan ribuan, sel tubuh kita lahir, bertumbuh dewasa, menua, dan mati silih berganti setiap harinya. Demikian juga dengan kondisi psikis manusia yang selalu menyerap pengalaman, beradaptasi serta menciptakan respon-respon baru yang lebih efisien dari sebelumnya.
Namun kadang ketidakpuasan dalam hidup membuat kita berpikir harus segera berubah, namun anehnya semakin kita mencoba berubah, semakin kita menemui kegagalan. Itu sebabnya kita lari pada materi-materi pengembangan diri, berharap bisa melihat secercah sinar yang menerangi anak-anak tangga perubahan yang ada di depan. Sebagian besar dari kita juga berharap menemukan ledakan bom atom yang akan langsung mengubah hidup dalam sekejap setelah mengikuti advise buku atau program tertentu.
Seberapa jauh manusia bisa berubah? Saya pikir jawabannya adalah sejauh dia menyadari bahwa dirinya memang tidak pernah tidak berubah. Perubahan selalu menjadi bagian dalam biologi, psikologi, dan spiritualitas manusia. Yang kita perlu lakukan hanyalah menyadari arus perubahan yang ada dan mendorongnya lebih cepat atau lebih lambat sesuai keinginan ke arah yang dituju sejauh apapun.
Ketebalan buku self-development yang seseorang baca sama sekali tidak menentukan seberapa besar perubahan yang bisa ia dapatkan. Kebesaran niat seseorang untuk berubah tidak menentukan seberapa jauh dia bisa menyempurnakan perubahannya. Kekuatan komitmen yang seseorang kumpulkan seringkali berbanding terbalik dengan jarak perubahan yang berhasil dia tempuh.
6 Comments
Aduh mas bahasanya keren banget… Hampir aja saya putus asa untuk memaknainya… akhirnya sedikit mengerti juga…
Semoga saya bisa menulis artikel seperti ini kelak….
Seberapa jauh manusia berubah? hmmm ..saya mau berubah ah mas 😀 wkwkw bukan jadi wonderwoman..tapi menjadi pirbadi yang lebih baik, bagi suami, mertua dan keluarg saya di Indonesia..jugaaa bagi DIA sang Empunya Kuasa atas langit dan bumi 🙂
Dan yang kekal dalam hidup ini adalah perubahan, orang yg ngak au berubah akan tergilas zaman
Keseharian seseorang sepertinya memang berperan ya Mas Andri
pokok manusianya berubah jadi baik, bukan menjadi ksatria baja item #ehh
Manstap sekali bro, sebagian besar manusia pasti berubah, karena hukum alamnya seperti itu. Kl yg gak berubah berarti anomali